HAKIKAT HIDUP adalah UMUR (WAKTU)
Sesungguhnya yang disebut hidup adalah umur atau rentang jarak antara perjalanan dimulainya kehidupan menuju kepada kematian; atau dengan kata lain ialah menunggu mati. Ketahuilah bahwa Allah memiliki nikmat yang tampak dan banyak dilimpahkan kepada kita. Karena itu wajib atas kita untuk selalu mensyukurinya; mensyiarkannya dan menyebarkannya rasa syukur itu dalam bentuk amal kebajikan. Dan setiap nikmat akan berhenti pada sesuatu sebab kematian, sedang nikmat Allah terus menerus hidup. Dunia sebagai ladang amal ibadah dan kebajikan. Pekerjaan untuk menguatkan ibadah, mensucikan pakaian dan menghidupkan rumah tinggal sebagai wadah per-ibadahan. Ingatlah kalian semua baik laki-laki ataupun perempuan, orang tua dan muda, besar maupun kecil, msikin ataupun kaya, susah ataupun senang adalah khalifah-Nya di bumi ini. Tegakkanlah amanat Ilahi ini, yaitu sebagai Pemimpin di bumi, berjiwa memimpin diri kepada-Nya; mendekat kepada-Nya. Ingatlah, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “ setiap penggembala akan ditanya tentang kambing-kambingnya (gembalanya) dan setiap Pemimpin (Imam) akan ditanya tentang rakyatnya (jamaahnya). ” Seorang suami akan ditanya mengenai perilaku istrinya, istri akan ditanya mengenai iman suaminya. Orang-tua akan ditanya mengenai akhlaq anak-anaknya, dan anak-anak akan ditanya bhaktinya kepada orang-tua. Seseorang akan ditanyai kepemimpinan [kekhalifahan] pada dirinya. Itulah amanat-Nya pada kita. Seorang Ayah akan ditanya mengenai jamaah keluarganya dan keluarga akan ditanya silaturahminya. Hendaknya kita memberikan contoh keshalihan diri untuk bisa mengajak dan mengatur jamaah keluarga dengan baik, dengan menshalihkan diri dahulu. Memberikan teladan dengan perbuatan-perbuatan dan bekerja dengan petunjuk-Nya. Lalu apakah umur itu sebenarnya ? Ya, apa arti usia itu sesungguhnya ?
1. Umur atau usia adalah nikmat.
Nilai umur adalah sama dengan nikmat sepanjang
waktu tiada henti, atau sama juga dengan berhutang kepada Allah setiap detik.
Umur satu (1) tahun sama dengan dua belas (12) bulan sama dengan lima puluh dua
(52) minggu. Sedangkan satu (1) minggu sama dengan tujuh (7) hari. Dan satu (1)
hari sama dengan 24 jam. Kalau mau dihitung dengan waktu, maka satu (1) tahun
adalah 365 hari yang sama dengan 8.760 jam atau 525.600 menit atau 31.536.000
detik. Ini merupakan hitungan selama satu (1) tahun; yang bagi bayi yang lahir
kemudian menerima nikmat selama satu (1) tahun. Sedangkan kehidupan bayi selama
satu (1) tahun belum apa-apa; berjalan-pun belum bisa, berbicara juga belum
bisa; nah kalau mau hitung-hitungan maka coba renungkan berapa anggaran hidup
setahun jika semua nikmat itu harus dibayar dengan uang ? Kalau ditagihkan
semua jumlah nikmat yang Allah berikan sepanjang umur kita, maka yakinlah tidak
akan ada yang namanya orang kaya raya, konglomerat dipermukaan bumi ini. Sebab
semua pendapatan, seluruh gaji dan hasil usaha dan harta kekayaan hasil jerih
payahnya akan ludes hanya untuk membayar nikmat-nikmat Allah. Bahkan bila
seluruhnya dibayarkan masih banyak tersisa yang belum terbayarkan, sehingga
selain menjadi pailit dan bangkrut kita masih terbebani oleh hutang. Tidak akan
ada manusia yang bisa memiliki kekayaan, dan seluruh umat manusia adalah faqir
miskin. Maka benarlah firman Allah yang mengatakan : “ Kalau kamu akan menghitung
nikmat Allah, pasti kamu tidak dapat menghitungnya. ” [Qs, Ibrahim, ayat . ]
Biar semua ahli berhitung, dari pakar matematika, akuntan dan doktor bidang ekonomi serta perbankan dikumpulkan; kemudian semua komputer dipergunakan untuk menulis data dan merekam nikmat-nikmat Allah; pasti mereka semua kewalahan untuk menghitungnya dan pada akhirnya tidak bisa mendatanya apalagi untuk menghitungnya. Tidak dilarang bagi manusia untuk menghitung nikmat-nikmat Allah atau mau bikin perhitungan mengenai nikmat-nikmat Allah dari segala sudut disiplin pengetahuan yang dimiliki manusia yang tersebar di seluruh sudut alam semesta ini, di setiap ciptaan-Nya. Bahwa sekalipun seumur hidup sepanjang hayat kita pergunakan untuk bersyukur dengan berdiri ihram, ruku, sujud dan duduk tashyahud dengan berbagai puja-puji dan sanjungan lainnya, pasti nikmat Allah tidak akan terbayar. Umur sama dengan panjangnya ambegkan, dan ambegkan atau bernafas sama dengan detak jantung yang disebut hati. Dan hati atau jantung adalah salah satu organ dalam pada tubuh yang amat berjasa dalam hidup ini. Tidak pernah merasa bosan untuk bekerja, tidak pernah mengenal istirahat sedikitpun, bahkan di saat tidur jantung tetap bekerja, sampai-sampai di saat tubuh sakit pun jantung tetap bekerja keras. Bahkan di saat jantung itu sendiri dalam keadaan genting dan keadaan sakit teramat parah, dia masih saja tetap bekerja dengan setia. Kalau kita coba kalkulasi secara medik, bagi orang dewasa yang dalam keadaan normal, detak jantung ialah 80 kali permenit, maka sehari semalam jantung bekerja sebanyak 115.200 kali. Lalu Siapakah yang menggerakan itu ?
Biar semua ahli berhitung, dari pakar matematika, akuntan dan doktor bidang ekonomi serta perbankan dikumpulkan; kemudian semua komputer dipergunakan untuk menulis data dan merekam nikmat-nikmat Allah; pasti mereka semua kewalahan untuk menghitungnya dan pada akhirnya tidak bisa mendatanya apalagi untuk menghitungnya. Tidak dilarang bagi manusia untuk menghitung nikmat-nikmat Allah atau mau bikin perhitungan mengenai nikmat-nikmat Allah dari segala sudut disiplin pengetahuan yang dimiliki manusia yang tersebar di seluruh sudut alam semesta ini, di setiap ciptaan-Nya. Bahwa sekalipun seumur hidup sepanjang hayat kita pergunakan untuk bersyukur dengan berdiri ihram, ruku, sujud dan duduk tashyahud dengan berbagai puja-puji dan sanjungan lainnya, pasti nikmat Allah tidak akan terbayar. Umur sama dengan panjangnya ambegkan, dan ambegkan atau bernafas sama dengan detak jantung yang disebut hati. Dan hati atau jantung adalah salah satu organ dalam pada tubuh yang amat berjasa dalam hidup ini. Tidak pernah merasa bosan untuk bekerja, tidak pernah mengenal istirahat sedikitpun, bahkan di saat tidur jantung tetap bekerja, sampai-sampai di saat tubuh sakit pun jantung tetap bekerja keras. Bahkan di saat jantung itu sendiri dalam keadaan genting dan keadaan sakit teramat parah, dia masih saja tetap bekerja dengan setia. Kalau kita coba kalkulasi secara medik, bagi orang dewasa yang dalam keadaan normal, detak jantung ialah 80 kali permenit, maka sehari semalam jantung bekerja sebanyak 115.200 kali. Lalu Siapakah yang menggerakan itu ?
Adakah ahli mesin yang terpandai di jagat raya ini
yang sanggup membuatnya berdetak terus menerus ?
Ataukah seorang dokter yang terlihai di alam
semesta ini yang bisa memasangnya di tubuh kita sewaktu dalam keadaan masih
janin di dalam rahim ibu kita ? Siapakah yang bisa memerintahkannya untuk berdetak
nonstop kalau bukan Allah ?
Sungguh, masih sebagian kecil nikmat yang barusan
di sebutkan yaitu berdetak, ya jantung yang berdetak. Lalu bagaimana dengan
detaknya yang bisa membuat kita merasakan ser-seran sewaktu bertemu kekasih
pujaan hati ? Bila dilanjutkan lagi dengan hal-hal kenikmatan lain yang bisa
diperoleh dari detak jantung ini rasanya lisan dan bibir ini tak lagi sanggup
buka suara. Tak lagi sanggup berkomentar. Tak lagi bisa berkata-kata. Nikmat
Allah sungguh terlalu banyak, sementara tugas yang kita laksanakan terlalu
sedikit. Apalagi kalau mau kita hitung dengan berapa banyak nikmatnya makan,
memakan tanaman, tumbuhan, buah-buahan. Dari padi, jagung, sayur mayur, yang
dimasak kemudian disantap setiap hari. Tidak sedikit tanaman yang diolah menjadi
obat-obatan, binatang yang di manfaatkan sebagai makanan, pakaian dan keperluan
lainnya. Sungguh, umur adalah suatu nikmat yang tiada terhitung, usia adalah
berhutang nikmat sepanjang hidup kepada Allah. Setiap detik dari usia kita
adalah menerima nikmat Allah yang tiada terhingga. Setiap waktu dari umur kita
adalah mendapatkan anugerah Allah yang tak terbatas, tak terhitung, tak
terdeteksi pengetahuan kita. Tak ada kesanggupan kita untuk bisa
menganalisanya. Nikmat, nikmat dan hanya nikmat itulah umur atau usia kita. Kalau
kita tangguhkan lagi waktu untuk bersyukur, sungguh kita adalah manusia yang
tak ber-akal dan tak ber-perasaan, sama saja dengan khewan. Bahkan beberapa
jenis khewan tahu berterima kasih karena bisa mengenali perbuatan baik kita
kepadanya; yaitu hewan peliharaan patuh dan menurut kepada yang memberi makan.
Lalu disebut bagaimanakah keadaan kita yang tidak
patuh dan tidak menurut kepada Yang Memberi Nikmat (Rezeqi) ?
Sungguh ironis, manusia yang kikir dan pelit serta
bakhil untuk berterima kasih sebagai tanda syukur kepada Allah dengan taat dan
menurut kepada-Nya. Kadang-kadang ta’biat manusia adalah malah terbalik, kalau
bertemu dengan seseorang yang pernah memberi uang seratus dua ratus ribu rupiah
saja, rasanya habis-habisan wajahnya tersenyum dan bibirnya berterima kasih.
Tapi terhadap Allah yang mengirimkan rezeqi-Nya setiap saat dan tak terhitung
itu, manusia amat kikir, dan pelit untuk mengucapkan ”Alhamdulillah” di waktu
shalat tepat waktu saat Allah memanggil kita untuk ber-silaturahmi dengan-Nya.
Bahkan bibir manusia itu terlalu pelit, dan lisannya amat kikir untuk menyebut
asma-asma-Nya sebagai wujud syukur kita kepada-Nya. Dengan wajah mendesah, dan
tak gembir, tiada senyuman saat mendatangi panggilan-Nya. Terutama di saat
subuh menjelang fajar datang dengan wajah amat kusut, sangat masai dan bersungut
kesal karena mengantuk. Bayangkan, yang memanggil Ialah Yang Memberinya
kehidupan dan segala kenikmatan. Benar-benar sungguh sangat hina, sungguh keterlaluan
ras makhluk ber-akal sempurna itu, ya benar-benar gila diri kita ini.
2. Umur atau usia adalah peran atau lakon.
3. Umur adalah menambah kebaikan atau memperbanyak
kesalahan.
Umur pada hakekatnya ialah menunggu. Di mana-mana
hampir di seluruh kegiatan kesibukan manusia ialah meluangkan waktu untuk
mengalihkan waktu penungguan. Sebab menunggu dalam diam adalah suatu hal yang
paling menyebalkan, paling membosankan dan berat untuk dijalani. Apalagi
menunggu sesuatu yang tidak jelas kedatangannya, tidak diketahui bagaimana
datangnya. Sementara kemunculannya sama sekali tak terdeteksi.
Dari bangun pagi, sarapan pagi, berangkat bekerja
dan pulang bekerja, makan malam kemudian tidur lagi, itu menunggu saja. Yang
kaya menunggu tambah kaya, yang miskin menunggu jadi kaya, pegawai menunggu
jadi bos, kepala perusahaan menunggu pensiun, yang sengsara menunggu
bahagianya, yang bahagia menunggu kesempatan. Bayi menunggu balita; dari remaja
hingga dewasa menunggu jodohnya. Pasangan menikah menunggu kelahiran anak
keturunannya. Malam menunggu pagi, pagi menunggu siang, siang menunggu sore,
sore menunggu malam lagi. Hari menunggu minggu, minggu menunggu bulan, bulan
menunggu tahun dan pada akhirnya umur atau usia sejatinya ialah menunggu
kematiannya. Menunggu akhir usianya. Menunggu batas umurnya yang sekian detik,
jam, hari, bulan atau tahun saja.
Siapkan diri sepanjang usia untuk berjaga-jaga
mengumpulkan amal dengan cara taqwa; sebab tak diketahui saat tidur malam ini
bisa hidup hingga esok pagi. Siagakan diri sepanjang umur untuk menemui tamu
yang pasti datangnya dengan berbekal yang sebanyak-banyaknya karena setelah kematian
perjalanan lebih panjang lagi.
Bila malam telah menjelma, menutupi sore dan siang belum
tentu nafas bertemu waktu fajar sekalipun penyakit itu datang silih berganti belum
tentu jantung berhenti berdetak saat
sakit yang parah sekalipun sebab banyak yang kulo nuwun justru saat sehat banyak
anak remaja, dewasa dan yang tua lalai setiap hari dalam meluangkan waktunya
telah ditenun kain kafannya sedang mereka tidak menyadarinya.
Dalam Al-Qur’an, telah disebutkan : “ Demi Waktu
(’Ashr), sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian, Kecuali, orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati
(amr’ ma’ruf nahi munkr’) supaya
menta’ati kebenaran (Islam) dan nasehat menasehati supaya menepati kesabaran. ”
[Qs. Al-’Ashr, ayat 1-3].
Maka perhatikan umur (waktu)_mu sebaik2nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar